3 pejuang perdamaian

Suara kami untuk alternatif perdamaian.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 29 Maret 2015

KAMU DAN AKU BERHENTI BANTING BANTINGAN




Bangunan megah dengan font besar yang terpampang jelas “Istana Bandung Elektronic Center” sangat menegaskan dialah istana yang bisa memenuhi kebutuhan setiap orang terhadap elektronic.Tentunya ada harga yang fantastis untuk sebuah tempat usaha disini. Jika menyebutkan nominal, tiga juta enam ratus rupiah hanya untuk sewa satu bulan etalase yang lebarnya 1 meter. Singkatnya,jejeran conter para kompetitor menimbulkan pandangan dari diri mereka sendiri, mau dibawa kemana kita ini “Friend or Enemy” dalam mencari sebuah keuntungan bersih.
 Pedagang yang menyalahi sebuah etika bisnis karena biaya sewa yang amat tinggi akan banyak ditemukan,seperti halnya pedagang yang menurunkan harga penjualan sebuah handphone kedasar yang paling rendah asalkan barangnya hari ini ada yang laku saja ataupun cepat laku. Tentunya hal ini berdampak besar bagi pedagang-pedagang menganut prinsip standar harga yang sama antar  pedagang. Sederhananya conter dengan harga yang murah akan lebh ramai dikunjungi para pembeli,lalu bagaimana dengan pedagang yang kecolongan dengan tingkah laku pedagang-pedangang yang tidak menerapkan etika bisnis?
Forum komunikasi pedagang handphone BEC  atau FKPHPB,seperti yang dikatakan Anand Khan saat ulang tahun pertama FKPHPB,selaku ketua FKPHPB  “dengan menjadi anggota,pihaknya akan menjaga keamanan dan kesejahteraan para pedagang” . Komunikasi intens antar  pedagang yang  dibangun melalui forum ini akan meredahkan konflik-konflik bahkan perang dingin antar  sesama pedagang.
Perubahan prilaku pedagang yang tergabung dalam keanggotaan FKPHBPB, yang dulunya tidak menunjung tinggi sebuah etika bisnis kini seiring percakapan intens di dalam forum,pemahaman-pemahaman tentang pentingnya persatuan pedagang dalam menentukan harga menjadi pijakan para pedagang BEC mencapai kesejahteraan mulai tertanam dalam diri anggota FKPHPB.
Tidak hanya berhenti dipedagang yang menetap disitu saja,  bagi seorang mahasiwa yang sejak awal bekerja sebagai resseler hanphone di BEC(Bandung Elektronik Center), ia turut merasakan dampak pentingnya sebuah forum komunikasi pedagang, ia bisa belajar dengan melihat kemudian mempelajari dari rekan-rekan bisnis nya bahkan bosnya yang sering kali menggunakan baju yang bertuliskan FKPHPB yang terlibat dalam sebuah obrolan akrab, ia bisa menangkap jelas obrolan kongko yang memiliki sense keuntuhan pedagang BEC.
Ayo para pedagang,bergerak dibidang mana pun dia.Mari kita bangun bersama sebuah komunikasi intens para pedagang,apapun itu. Karena pada dasarnya perdamaian, tidak adanya perang dingin antar pedagang itu indah. Kerjasama yang berlangsung kontinu antar  pedagang dampaknya akan sangat besar  bagi  kesejahteraan pedagang itu sendiri. Mari kita bangun lagi komunikasi-komunikasi intens sesama pedagang yang akhir-akhir ini ditinggalkan oleh para pedagang , karena mereka sibuk mengejar sebuah keuntungan bersih.


Kenapa Selalu Seperti Ini?



Kekerasan merupakan tingkah laku yang melanggar norma-norma sosial dan bertentangan dengan moral kemanusaiaan yang ada pada negara maupun agama. Namun yang menjadi sorotan kali ini adalah mengenai kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan terhadap wanita remaja, dewasa, dan juga anak-anak.
Fenomena ini paling sering terjadi di belahan bumi manapun, sebagai contoh kasus yang baru-baru ini terjadi adalah  kasus perampokan dan pemerkosaan oleh seorang biarawati dari sekolah misionaris berumur 71 tahun di Kalkuta , India. Kasus ini menambah deretan pemerkosaan yang terjadi pada wanita khususnya di India. Tidak hanya di India saja, di Indonesia pun juga tak luput dari tindakkan pemerkosaan. Salah satunya yang baru-baru terjadi adalah pemerkosaan siswi SMA di kota Bandung berumur 16 tahun oleh 4 orang pria yang salah satu pelakunya merupakan mantan atlet tinju. Dan juga yang paling memilukan adalah kasus pemerkosaan pada tahun 2014 lalu, dimana sang ayah tega memperkosa anak kandung yang masih berumur 13 tahun ketika istri sedang mencari nafkah. Tragisnya si ayah tersebut melakukan hal keji tersebut selama 4 bulan dan sebanyak 35 kali. Sungguh keji, tapi inilah realita yang harus kita terima.
Seperti yang kita ketahui bahwa kekerasan seksual khususnya pemerkosaan dapat mengakibatkan cedera fisik bagi wanita itu sendiri. Dan hal yang terburuk adalah kehamilan yang tidak diinginkan, dimana kehamilan tersebut akan menjadi beban yang harus dipikul baik terhadap korban maupun keluarganya dalam menghadapi kehidupan selanjutnya karena dia harus membesarkan dan mengasuh anak hasil perkosaan, yang pada umumnya orang-orang mengatakan “anak haram”. Dampak lainnya yang dapat terjadi adalah stress akut atau depresi berat yang kadang menyebabkan korban menjadi gila karena merasa dirinya tidak normal lagi, kotor, berdosa dan tidak berguna. Selain itu perkosaan juga dapat mengakibatkan kematian apabila korban merasa putus asa dan tidak dapat menahan tekanan, atau bisa juga tertular penyakit seksual yang tidak dapat disembuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa korban perkosaan menanggung penderitaan psikologis yang berat karena kekerasan yang dialaminya.
Dari fenomena yang ada muncul pertanyaan, kenapa hal tersebut? dan bagaimana bisa?
Banyak orang beranggapan bahwa kasus kekerasan seksual, dalam hal ini pemerkosaan terhadap wanita  terjadi karena faktor wanita sendiri. Dan yang sering menjadi poin permasalahan adalah karena faktor cara berpakaian wanita itu sendiri dan nafsu seks pria tak terkendali apabila dan setelah melihat wanita berpakaian mini. Statement ada benarnya juga, akan tetapi bagaimana dengan negara-negara yang berada di Timur Tengah yang sebagian wanitanyanya hampir menutup aurat? Apakah tidak ada tindak pemerkosaan di sana?
Perlu ditekankan, jangan beranggapan penuh bahwa wanita satu-satunya penyebab utama terjadinya kasus tersebut. Persepsi dan opini tentang wanita penyebab utama sering diumbar-umbarkan ketika terjadi kasus tersebut. Pemikiran dangkal dan sederhana ini hanyalah anggapan semata tanpa adanya dasar yang kuat dan tidak melakukan riset dan penelitian. Hal ini seakan-akan sepenuhnya wanitalah yang menyebabkan sebuah pemerkosaan terjadi. Sudah menjadi korban pemerkosaan dan disalahkan juga sebagai penyebabnya. Apakah ini adil ?
Sebenarnya ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya kasus pemerkosaan. Salah satu di antaranya pergaulan sehari-hari dan lingkungan juga, bagaimana kita berinteraksi dan dengan siapa kita menghabiskan waktu serta berinteraksi sosial setiap harinya. Didukung pula dengan penggunaan media sosial yang ada.
Dan faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan adalah motif dari si pelaku, situasi, dan kesempatan. Pada contoh kasus yang sudah dipaparkan ada beberapa tindakan pemerkosaan yang dilakukan karena adanya faktor yang sudah disebutkan. Berbeda dari tujuan awal pelaku yang mungkin sebenarnya hanya ingin melakukan satu tindak kejahatan, akan tetapi melihat adanya situasi, dan kesempatan maka pelaku tidak segan untuk melakukan tindak asusila tersebut.
Namun mengacu pada realita yang ada, tidak sedikit pelaku pemerkosaan mendapatkan hukuman yang dirasa tidak sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat, hal ini tidak dapat memberikan efek jera pada si pelaku yang pada akhirnya melakukan hal yang sama kembali pada korban lainnya.
Kekerasan seksual  tidak pandang bulu. Tidak memandang umur, status sosial, kerabat maupun kedudukan. Bisa saja ini terjadi pada teman kita, anggota keluarga kita, atau pun orang-orang yang berada di sekitar kita. Lalu bagaimana bila hal ini terjadi pada kita, keluarga kita, teman-teman kita, dan orang disekitar kita? Merasakan beban dan derita perih yang tidak ingin kita rasakan. Tentu hal ini tidak ingin kita alami. Dan pertanyaan yang paling penting, apa yang harus kita lakukan? Menerimanya?

PPDB Jalur Afirmasi Sulitkan Anak Panti asuhan Daftar


“ Syarat administratif jalur tidak mampu pada penerimaan siswa baru (PPDB) tidak bisa digeneralisir untuk semua anak hingga miskin toleransi, apalagi pada kasus panti asuhan, tidak semua hal bisa dipenuhi. Seharusnya, seluruh pihak pemerintah tidak hanya asal membuat kebijakan yang membabi buta dan membatasi hak anak. Syarat ini, harus ditinjau ulang, agar semua anak dapat menikmati hak pendidikan tanpa terkecuali,”.


Surat keterangan tidak mampu (SKTM) kota Bandung menjadi salah satu syarat mutlak bagi siswa yang ingin mendaftarkan dirinya ke sekolah idaman melalui jalur afirmasi. Surat tersebut ternyata menyulitkan pihak yayasan untuk mendaftarkan anak asuhnya. Pasalnya, banyak dari mereka yang berasal dari luar daerah, namun sudah lama tinggal di panti yang berdomisili di kota Bandung.
Hal ini dirasa menghambat upaya pengurus saat mendaftarkan anak asuhnya, apalagi beberapa hal administratif lain yang tidak lebih mudah pun harus kami penuhi. Sat PPDB yang berlangsung bulan Juli kemarin,  pendaftar wajib memiliki SKTM Bandung, Fotokopy KTP orang tua dan Kartu keluarga (KK) legalisir serta akte kelahiran.
Bukan hal yang mudah bagi pihak yayasan untuk melengkapi prasarat tersebut. Misal saja untuk kartu keluarga, yayasan harus membuat satu persatu surat pindah dari daerah asal anak ke panti sebagai prasarat. Padahal, berdasarkan peraturan dari kementrian sosial mengenai Standar Nasional Pengasuhan anak bahwa panti bukan tempat permanen dan tidak boleh lebih dari 18 tahun. Setiap saat anak bisa saja kembali pada orang tua jika memungkinkan atau mendapatkan keluarga asuh.

Benang kusut syarat administratif jalur afirmasi
Panti asuhan memiliki latar belakang anak yang beraneka ragam, mulai dari yatim piatu/Dhuafa hingga belum jelas asal usulnya. Butuh waktu  yang tak sebentar untuk pihak yayasan mencari asal usul anak. Sedangkan, mereka masih punya hak yang tidak bisa ditunda. Ya, salah satunya adalah sekolah. Tak sampai hati yayasan harus mencantumkan mereka anak hilang dalam surat pernyataan. Tak heran, setiap tahun data kami fluktuatif, ada yang menemukan keluarga baru, kembali pada keluarganya atau bahkan masih di panti. hal yang mustahil dan cukup kejam bagi kami membuat satu persatu surat pindah.
Dalam pernyataan sebelumnya bahwa syarat utuk alur afirmasi, yayasan wajib memiliki SKTM bandung, Fotokopy kartu keluarga dan KTP legalisir, serta akte kelahiran anak.
Permasalahan muncul ketika akan membuat SKTM bandung. Dalam prasarat, yayasan wajib memiliki kartu keluarga, sedangkan anak dalam yayasan tidak secara permanen dalam panti, suatu saat bisa saja pindah. Tapi, kelurahan mewajibkan agar setiap anak memiliki satu persatu surat pindah ke bandung untuk memiliki kartu keluarga. Jelas tidak mungkin, selain jumlah anak yang tidak satu dan tetap, mereka takkan selamanya di panti. Jika begitu, dalam setahun, yayasan bisa saja membuat 3 kali bahkan lebih perubahan kartu keluarga dan surat pindah, dan jelas hal ini sangat tidak memungkinkan.
Ketika yayasan tidak bisa menghadirkan surat pindah, tak bisa pula kami membuat kartu keluarga. Sedangkan, untuk membuat SKTM bandung, wajib memiliki kartu keluarga. Dalam artian, jangankan legalisir, membuat saja sudah mustahil. Alhasil, terimakasih pemerintah sudah membuat yayasan harus bekerja ekstra keras dan memutar otak untuk mengantarkan anak asuhnya ke gerbang pendidikan yang lebih tinggi.
Tidak berhenti dengan sekelumit masalah kartu keluarga dan SKTM. Akte kelahiran pun menjadi bahan pertimbangan. Kami pun tidak menampik bahwa masih ada anak yang tidak jelas identitasnya, dan lagi lagi syarat untuk membuat akte kelahiran menurut Dinas kependudukan diharuskan adanya surat keterangan lahir dari bidan, buku nikah hingga KTP orang tua, bila tak ada, maka anak akan dicantumkan sebagai anak hilang dalam akte kelahiran. Tak sampai hati kami harus membuatkan akte kelahiran dengan status anak hilang dari kepolisian, padahal kemungkinan untuk menemukan orang tua masih ada.

Masih perlukah yayasan membuat SKTM?
Hal yang paling membuat yayasan mengkerinyetkan kening dan mengelus dada adalah mengenai tidak berpengaruhnya legitimasi sebagai yayasan yang telah dikeluarkan oleh Dinas Sosial. Bukan hanya itu, yayasan pun sudah mengeluarkan surat pernyataan yang menerangkan bahwa anak didiknya memang betul betul berasal dari panti asuhan dan wajib untuk dibantu. Namun, birokrasi tetaplah birokrasi, sekolah menolak ketika tidak adanya SKTM dengan landasan menaati aturan yang ditetapkan.
Lagi lagi, ini bukan masalah permintaan belas kasihan untuk digratiskan, namun lebih kepada penyadaran tanggung jawab pemeritah dalam membantu warganya untuk mendapatkan hak pendidikan. Pasal 34 serta konvensi hak anak sudah jelas mengatur mengenai tidak adanya pengecualian bagi siapapun untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, tidak digeneralisir, harus disesuaikan dengan keadaan yang menyangkut masyarakat itu sendiri.
Landasan lain yang memperkuat ketika melihat potensi dari anak didik yang berbeda-beda. Yayasan jelas berupaya memaksimalkan anak untuk mendapatkan tempat sesuai dengan kategorisasi keahlian. Tak sampai hati pula kami mengkolektifkan anak untuk masuk ke satu sekolah yang sama dan jelas tak sesuai dengan passion mereka.
Hal ini dirasa sebagai kebijakan yang tidak inklusif, tak bisa diaplikasikan untuk semua kalangan. Kebijakan yang buta akan aspek sosial, tidak komprehensif memandang seluruh masyarat yang akan melanjutkan pendidikan. Belum lagi masalah sosial yang lain, ini masih panti asuhan yang legalitas lembaganya bisa dipertanggungjawabkan. Bagaimana dengan anak jalanan, anak dalam perlindungan serta korban perang? Masih menjadi PR besar dalam merumuskan sebuah kebijakan.
Seharusnya, aturan SKTM dalam PPDB jalur afirmasi ini dibuat ketat untuk mereka yang tinggal di dalam lingkungan masyarakat untuk menghindari kecurangan. Bagi yayasan, surat pernyataan dari panti itu sendiri, legitimasi dinas sosial serta kementrian sosial, keterangan domisili dari kelurahan setempat seharusnya bisa menggantikan kedudukan SKTM yang hanya berasal dari kelurahan.
Memang, hal ini bukan kesalahan dari sekolah tujuan, mereka hanya melaksanakan tugas sesuai dengan surat edaran akan kebijakan baru. Beberapa panitia PPDB pun mengaku hanya menaati prosedur sebagai kewajiban dalam melaksanakan tugas.
Sistem PPDB yang menekankan pada rayonisasi (wilayah) kami dukung untuk menekan biaya transportasi yang harus dikeluarkan yayasan, tapi lagi lagi hal ini juga harus dipikirkan secara merata dan komprehensif, cocok apa tidak, sehingga tidak miskin toleransi.
Yayasan pun berharap agar pemerintah dalam membuat kebijakan harus secara menyeluruh, komprehensif, tidak mengeneralisir, agar bisa diaplikasikan untuk semua pihak termasuk anak dalam pengasuhan yayasan. Bukan niat untuk meminta dikasihani, hanya membuka akses pendidikn, selebihnya biarkan yayasan yang berusaha sendiri. []Ipah